Laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan tak kurang dari 197.000 anak Indonesia terlibat judi online sepanjang 2024. Anak-anak yang terpapar judi online berada di rentang usia 11-19 tahun.
Psikolog Irma Gustiana mengamini bahwa remaja punya rasa ingin tahu yang besar. Karena itu, godaan untuk ingin mencoba judi online terkadang bisa muncul. Namun, ia menegaskan dampak judi online bisa berbuntut panjang.
Ganggu Kesehatan Mental
Irma mengingatkan, judi online mengganggu kesehatan mental remaja. Sebab, judi online pada dasarnya akan menciptakan ketergantungan atau kecanduan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, judi online pada dasarnya hanya memberikan reward sesaat. Saat melakukan judi online, terlebih menang, hormon dopamine dirilis di otak.
'Hormon senang' ini memicu anak remaja yang terlibat judi online untuk kembali merasakan efek senang dengan kembali berjudi kendati sempat kalah dan kembali kalah berkali-kali.
Harapannya, ia bisa menang, mendapat keuntungan finansial, menutupi kerugian, dan merasakan kesenangan lagi. Sedangkan jika tidak berjudi lagi, sang anak jadi merasakan kecemasan.
Kecenderungan tersebut berkaitan dengan konsep gambler's fallacy. Irma menjelaskan, gambler's fallacy terjadi saat penjudi percaya ia akan menang karena sudah berkali-kali kalah.
"Pelepasan hormon dopamine menimbulkan euforia, happy, seneng banget. Akibatnya, otak akan (memicu penjudi online) melakukan pola yang sama (kembali berjudi). Biasanya, kalau sudah di level awal, akan ada peningkatan. Penasaran," kata Irma dalam gelar wicara pemutaran film Kemenangan Sejati di CGV fX, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (2/12/2024).
Dalam film tersebut, Gio (Muzakki Ramdhan) juga terjebak pada gambler's fallacy saat masih duduk di bangku SMA. Kendati sudah kalah judi, ia masih mencoba mencari uang kesana-kemari demi bisa merasakan menang judi lagi.
"Bicara judi online, ada gambler fallacy. Untung-untungan. 'Sekarang gapapa deh saya rugi, pasti besok saya beruntung.' Pasti ada seperti itu. Seperti di film, nyoba lagi, nyoba lagi, karena apa? Sekarang gagal, (berpikir) besok dapat lagi, padahal besoknya nggak dapat," imbuh Irma.
Irma menegaskan, aktivitas menang-kalah pada judi online pun memicu stres finansial.
"(Kepikiran) gimana caranya bisa mendapatkan uang sehingga saya bisa melakukan aktivitas perjudian kembali," ucapnya.
Relasi dengan sosial pun terdampak judi online. Irma mencontohkan, pada film Kemenangan Sejati, tindakan-tindakan Gio yang ketergantungan judi online membuat hubungan dengan teman dan keluarga jadi jauh.
"Hubungan pertemanan, hubungan dengan keluarga jadi jauh, karena pasti ada rasa malu, rasa bersalah ke keluarga, sehingga ini membuat dia melakukan aktivitas ini lagi," ucapnya.
Irma mengatakan ketergantungan pada judi online juga berisiko memicu anak dan remaja melakukan tindak kriminalitas demi mendapatkan uang modal untuk kembali berjudi.
"Jadi masuk ke ranah hukum. Jadi memang kompleks sekali (masalah judi online ini)," ucapnya.
Saat seorang anak hendak keluar dari lingkaran judi online, rasa cemas pun bisa kembali muncul. Kondisi yang disebut 'gejala putus' ini berisiko membuat sang anak melakukan judi online lagi.
Untuk itu, ia mengingatkan agar pelajar dan masyarakat tidak mencoba judi online. Sebab, mencoba judi online dan lebih-lebih menang, kendati hanya berawal dari penasaran, bisa memicu otak jadi ketergantungan.
"Setiap kalian menolak dan tidak mau melakukan aktivitas judi online, sebetulnya kalian sedang membangun masa depan yang lebih baik dan lebih bahagia," pungkasnya.
MUHAMMADIYAH.OR.ID, BANDUNG—Perjudian dalam Islam adalah sebuah perbuatan yang sangat dilarang keras. Perjudian atau yang lebih dikenal sebagai maysir, membawa berbagai dampak negatif yang meluas. Untuk memahami mengapa perjudian sangat dilarang dalam Islam, Sofyan Al-Hakim dalam Gerakan Subuh Mengaji pada Sabtu (21/10) membeberkan unsur judi dan hikmah meninggalkan perbuatan haram ini.
Menurut Sofyan, unsur-unsur judi meliputi: Pertama, judi melibatkan taruhan atau pertaruhan pada hasil yang tidak pasti. Ini mencakup berbagai bentuk perjudian seperti lotre, judi kartu, atau jenis perjudian lainnya di mana seseorang bertaruh uang atau harta dengan harapan menang atau kalah. Unsur ini menciptakan situasi di mana individu mengandalkan keberuntungan atau kebetulan daripada usaha atau pengetahuan.
Kedua, semua pelaku mempertaruhkan harta mereka tanpa mendapatkan imbalan yang pasti. Artinya, mereka merisikokan harta dalam taruhan tanpa jaminan. Ini menciptakan ketidakpastian dan risiko finansial yang tinggi bagi semua pihak yang terlibat.
Ketiga, dalam judi, pemenang akan mengambil hak orang lain yang kalah. Ini berarti bahwa uang atau harta yang dipertaruhkan oleh para pemain yang kalah akan berpindah kepemilikan kepada pemenang. Ini menciptakan ketidaksetaraan dalam pembagian harta dan dapat menyebabkan ketidakadilan sosial.
Keempat, pelaku maysir memiliki niat untuk mencari uang atau harta dengan cara yang mengandalkan keberuntungan atau nasib. Mereka tidak bekerja untuk menghasilkan pendapatan atau mencari nafkah dengan cara yang jelas dan jujur. Sebaliknya, mereka memilih jalan pintas yang melibatkan perjudian sebagai cara untuk memperoleh harta.
Menurut Sofyan, meninggalkan perjudian memiliki hikmah yang mendalam. Pertama, perjudian membuat seseorang bergantung pada kebetulan dan harapan kosong, bukan pada usaha, kerja keras, dan nilai proses. Ini mengurangi nilai kerja keras dan ketekunan, yang seharusnya menjadi dasar dalam mencapai kesuksesan.
Kedua, perjudian dapat merusak hubungan keluarga. Ini dapat mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan, merampas harta keluarga, dan bahkan merusak hubungan emosional di antara anggota keluarga. Hal ini bisa berujung pada permusuhan dan kebencian.
Ketiga, perjudian memicu praktik-praktik ilegal. Kekalahan dalam perjudian bisa mendorong pemain untuk mencari cara-cara tidak sah untuk mendapatkan uang, termasuk kejahatan seperti pencurian, perampokan, dan penipuan.
Keempat, perjudian mengganggu kewajiban agama. Para pemain sering kali melupakan kewajiban mereka terhadap Tuhan dan meninggalkan salat. Perjudian juga bisa membawa pemain ke dalam perilaku buruk dan kebiasaan yang merusak.
Kelima, perjudian adalah hobi yang berdosa. Ini memakan waktu dan energi yang seharusnya digunakan untuk aktivitas yang lebih produktif. Hal ini juga menyebabkan kemalasan dan menghambat produktivitas.
Keenam, perjudian dapat mendorong tindakan kriminal. Orang yang kalah dalam perjudian mungkin berusaha mencari uang dengan cara yang tidak sah, seperti mencuri atau merampok. Mereka tidak ragu untuk melakukan tindakan kriminal demi mendapatkan uang.
Ketujuh, perjudian dapat menyebabkan masalah kesehatan, termasuk kecemasan, penyakit, dan kerusakan saraf. Selain itu, perjudian sering kali mengarah pada kejahatan, bunuh diri, kegilaan, atau bahkan penyakit yang mematikan.
Dengan mempertimbangkan berbagai dampak negatif ini, tidak mengherankan bahwa Islam dengan keras melarang perjudian. Pemahaman tentang bahaya perjudian yang mendalam dan nilai-nilai etis yang dianut agama ini adalah landasan kuat bagi penolakan tegas terhadap praktik perjudian dalam masyarakat yang berlandaskan Islam.