Dibalik sosok Dewi Saraswati, umat Hindu juga mengenal dan memuja sosok Dewa Pengetahuan dan Kecerdasan yang dikenal sebagai Dewa Ganesha. Selain dikenal sebagai Dewa Pengetahuan dan Kecerdasan, Dewa Ganesha juga dikenal sebagai, Dewa Pelindung , Dewa Penolak Bala /bencana dan lebih umum dikenal sebagai “Dewa saat memulai pekerjaan” dan “Dewa segala rintangan” (Wignesa, Wigneswara) seta Dewa Kebijaksanaan. Dalam tradisi pewayangan, salah seorang Putra Dewa Siwa ini memiliki nama lain yakni Bhatara Gana.
Arca Ganesa dari Karangkates
Bentuknya unik, dalam posisi berdisi
(Sbr foto : Djulianto Susanto: Arkeolog Mandiri)
Nama Ganesa dalam bahasa Sanskerta, terdiri dari kata gana yangberarti kelompok, orang banyak, atau sistem pengelompokan, dan isha yang berarti penguasa atau pemimpin. Kata gana ketika dihubungkan dengan Ganesa sering kali merujuk kepada para gana, pasukan makhluk setengah dewa yang menjadi pengikut Siwa. Ganapati adalah nama lain Ganesa, yaitu kata majemuk yang terdiri dari kata gana, yang berarti “kelompok”, dan pati, berarti “pengatur” atau “pemimpin”.Kitab Amarakosha, yaitu kamus bahasa Sanskerta, memiliki daftar delapan nama lain Ganesa, yaitu Winayaka, Wignaraja (sama dengan Wignesa), Dwaimatura (yang memiliki dua ibu), Ganadipa (sama dengan Ganapati dan Ganesa), Ekadanta (yang memiliki satu gading), Heramba, Lambodara (yang memiliki perut bak periuk, atau, secara harfiah, yang perutnya bergelayutan), dan Gajanana (yang bermuka gajah).
Dalam kitab Siwapurana dikisahkan, suatu ketika Parwati (istri Dewa Siwa) ingin mandi. Karena tidak ingin diganggu, ia menciptakan seorang anak laki-laki. Ia berpesan agar anak tersebut tidak mengizinkan siapapun masuk ke rumahnya selagi Dewi Parwati mandi dan hanya boleh melaksanakan perintah Dewi Parwati saja. Perintah itu dilaksanakan sang anak dengan baik.
Alkisah ketika Dewa Siwa hendak masuk ke rumahnya, ia tidak dapat masuk karena dihadang oleh anak kecil yang menjaga rumahnya. Bocah tersebut melarangnya karena ia ingin melaksanakan perintah Parwati dengan baik. Siwa menjelaskan bahwa ia suami Parwati dan rumah yang dijaga si bocah adalah rumahnya juga. Namun sang bocah tidak mau mendengarkan perintah Siwa, sesuai dengan perintah ibunya untuk tidak mendengar perintah siapapun. Akhirnya Siwa kehabisan kesabarannya dan bertarung dengan anaknya sendiri. Pertarungan amat sengit sampai akhirnya Siwa menggunakan Trisula nya dan memenggal kepala si bocah. Ketika Parwati selesai mandi, ia mendapati putranya sudah tak bernyawa. Ia marah kepada suaminya dan menuntut agar anaknya dihidupkan kembali. Siwa sadar akan perbuatannya dan ia menyanggupi permohonan istrinya.
Atas saran Brahma, Siwa mengutus abdinya, yaitu para gana, untuk memenggal kepala makhluk apapun yang dilihatnya pertama kali yang menghadap ke utara. Ketika turun ke dunia, gana mendapati seekor gajah sedang menghadap utara. Kepala gajah itu pun dipenggal untuk mengganti kepala Ganesa. Akhirnya Ganesa dihidupkan kembali oleh Dewa Siwa dan sejak itu diberi gelar Dewa Keselamatan.
Pada peninggalan benda-benda purbakala, terutama kerajaan Hindu, patung Ganesha berbagai ukuran banyak ditemukan. Ganesha memiliki perut yang besar karena terlalu pintar sehingga otaknya tidak mampu menampung dan lari ke perutnya. Selain itu, dia sangat suka sekali makan, terutama masakan ibunya, Parwati.
Penggambaran Arca Ganesa
Dalam relief, patung dan lukisan, ia sering digambarkan berkepala gajah,dengan perut buncit. Patungnya memiliki empat lengan, yang merupakan penggambaran utama tentang Ganesa. Dia membawa patahan gadingnya dengan tangan kanan bawah dan membawa kudapan manis, yang ia comot dengan belalainya, pada tangan kiri bawah. Motif Ganesa yang belalainya melengkung tajam ke kiri untuk mencicipi manisan pada tangan kiri bawahnya adalah ciri-ciri yang utama dari zaman dulu.
Dibalik bentuk fisik Ganesa dengan tubuh yang gemuk dan kepala gajah, ada beberapa filosofi yang bisa kita petik dari bentuk Dewa Ganesha, yaitu:
KOMPAS.com - Bagi pecinta olahraga sepak bola khususnya Tanah Air, pasti pernah mendengar sebutan "sepak bola gajah".
Istilah "sepak bola gajah" pernah diperbincangkan pada laga PSS Sleman kontra PSIS Semarang pada 2014.
Insiden itu terjadi ketika kedua tim bertemu pada babak delapan besar Divisi Utama di Sasana Krida Akademi Angkatan Udara (AAU), Yogyakarta, Minggu (26/10/2014).
Pada laga tersebut PSS Sleman menang 3-2 atas PSIS Semarang. Namun, bukan perkara skor yang membuat laga tersebut disebut "sepak bola gajah".
Baca juga: Sejarah Kartu Merah dan Kuning dalam Sepak Bola
Akan tetapi, laga tersebut disebut "sepak bola gajah" lantaran lima gol itu semuanya tercipta dari bunuh diri. Kedua tim sama-sama sengaja mencetak gol bunuh diri agar lawannya unggul.
Jauh sebelum itu, istilah "sepak bola gajah" pernah terjadi di level internasional tepatnya pada ajang Piala AFF 1998 (dulu bernama Piala Tiger).
"Sepak bola gajah" terjadi pada laga antara Thailand melawan Indonesia di Grup A Piala Tigger 1998.
Kala itu, Thailand dan Indonesia saling berhadapan untuk menentukan juara Grup A dan peringkat kedua.
Baca juga: Apa Itu Corner Kick dalam Sepak Bola?
Pemenang antara laga Indonesia dan Thailand akan melawan Vietnam di babak semifinal Piala Tiger 1998.
Anehnya bukan saling mengalahkan, Indonesia dan Thailand malah sama-sama mengincar kekalahan agar tidak bertemu tuan rumah Vietnam yang tengah begitu menakutkan.
Kala itu Mursyid Effendi menjadi pemain pertama yang sengaja melakukan gol bunuh diri yang membuat Thailand merespon dengan melakukan tindakan serupa.
Hasil akhirnya berakhir dengan skor 3-2 untuk kemenangan Thailand.
Baca juga: Profil Evan Dimas, Pemain Langganan Timnas Indonesia
Setelah laga tersebut, kedua tim mendapat sanksi dari FIFA. Sementara, Mursyid Effendi mendapat larangan tampil di pentas internasional seumur hidup.
Adapun, hasil dari laga tersebut membuat pemain timnas Indonesia yang diturunkan sebagai starting line-up kala itu, Imam Riyadi sangat sedih.
Sebab, Imam Riyadi kala itu melakukan debutnya di ajang internasional dalam sebuah partai resmi.
"Tadinya saya berharap bisa menunjukkan kemampuan terbaik. Tapi, siapa bisa main bagus dalam tempo seperti itu? Saya sebenarnya ingin turun saat Indonesia sudah unggul telak melawan Myanmar. Kita tak perlu pakai tiga striker," tutur Imam Riyadi dikutip dari Tabloid Bola terbitan 4 September 1998.
Baca juga: Sejarah Sarung Tangan Kiper di Sepak Bola
Bukan hanya Imam Riyadi saja yang sedih atas kejadian tersebut, Miro Baldo Bento pun juga merasa kesal.
Kala itu Miro diturunkan di babak kedua menggantikan Imam. Saat ia memasuki lapangan secara demonstratif menyuruh kiper Thailand pulang.
"Bagaimana tidak marah, kita sudah main serius, mereka malah main-main. Mereka main gila!" kata Miro.
Selain pemain timnas Indonesia yang kecewa dengan laga tersebut, Rano Karno, seorang artis film juga menyoroti "sepak bola gajah" yang terjadi pada laga Indonesia vs Thailand.
Baca juga: Tugas Kiper dalam Sepak Bola
"Memalukan. Citra Indonesia makin terpuruk gara-gara ulah pemain sepak bola kita. Saya tak habis pikir, kenapa mereka lakukan hal ini. Padahal kita bisa saja kalahkan Thailand, tak peduli mereka memang tak mau menang," kata Rano Karno kala itu.
"Artinya, kalau FIFA memang mau menghukum, biar mereka yang kena hukum, sementara nama Indonesia tetap bersih tak bernoda."
"Semu saya mau memberi semangat kepada mereka. Tetapi setelah kasus ini semangat saya jadi terbang," ujarnya.
Sejumlah gajah bermain sepak bola dengan badan dilukis bendera peserta Piala Dunia 2018 di Ayutthaya, Selasa (12/6/2018). Kegiatan yang dilakukan Sekolah Ayutthaya Wittayalai ini dilakukan untuk memeriahkan Piala Dunia. (AP/Sakchai Lalit)
Kami mohon maaf atas kebingungannya, tetapi kami tidak bisa tahu apakah Anda adalah seseorang atau skrip.
Centang kotak ini dan kami akan berhenti menghalangi Anda.